Setelah mengetahui dasar hukum lambang palang merah berdasarkan Konvensi-konvensi Jenewa 194, maka tulisan berikut ini akan mengemukakan ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam Protokol Tambahan I 1977, yang melengkapi dan menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai lambang dalam Konvensi Jenewa 1949.


Aturan penggunaan lambang Palang Merah berdasarkan Protokol Tambahan I 1977

  • Berdasarkan Protokol Tambahan I 1977
Ketentuan yang mengatur mengenai lambang palang merah, dicantumkan di dalam Pasal 18, 85 dan Lampiran I (Pasal 1-5).

Pada Pasal 18 ayat (1-2), terdapat suatu prinsip dasar di mana ditegaskan bahwa untuk dapat dihormati dan dilindungi dalam melaksanakan tugasnya, maka para personil medis serta perlengkapan mereka harus dapat dibedakan dengan jelas. Oleh karena itu, para pihak yang berkonflik harus menjamin hal ini. Jika mereka tidak dapat melakukannya karena kendala teknis dan peralatan yang mahal, setiap pihak harus bertindak sedapat mungkin sehingga perbedaan tersebut dapat diketahui oleh para pihak yang berkonflik.

Pada awalnya, identifikasi tersebut dilakukan dengan cara-cara biasa, di mana pembedaan mereka dapat terlihat dengan jelas oleh penglihatan mata biasa. Namun demikian, karena metoda berperang telah berkembang, maka hal tersebut tidak lagi cukup. Oleh karena itu, perkembangan teknis untuk melakukan identitas diri, misalnya dengan cara-cara elektronik tentang signal-signal juga dicantumkan di dalam Protokol (ayat 2), walaupun hal ini tidak merupakan kewajiban mutlak bagi para pihak. Setidaknya mereka harus berusaha untuk membuat prosedur dan metoda bagi hal tersebut.

Berdasarkan Komentar Protokol, maka kewajiban para pihak yang berkonflik untuk melakukan identitas tersebut ada dua hal, yakni : pertama, berkenaan dengan pemilihan cara identitas, misalnya teknologi dan peralatan yang diperlukan serta prosedur, yaitu cara di mana teknologi yang dipakai dapat digunakan secara efektif; serta kedua, berkenaan dengan implementasi, di mana diperlukan program-program pelatihan dan instruksi secara ekstensif. Perlu dicatat bahwa penggunaan teknis ini berlaku untuk unit-unit medis dan transportasi dan bukan untuk para personil medis.

Adapun, ketentuan Pasal 85 ayat (3f) menegaskan bahwa penyalahgunaan lambang-lambang yang diatur dalam Protokol, termasuk lambang palang merah secara licik yang dilakukan dengan sengaja dan melanggar ketentuan Konvensi Jenewa dan Protokol serta mengakibatkan kematian atau luka-luka yang serius pada tubuh dan kesehatan manusia, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat (grave breach).

Sementara itu, Lampiran I dari Protokol I (Pasal 1-5) memuat hal-hal teknis berkenaan dengan masalah identitas tersebut.

Pasal 1 Lampiran I mengatur mengenai kartu identitas yang harus digunakan oleh para personil medis dan rohaniawan, di mana kartu tersebut harus memuat :
  1. Lambang palang merah dengan ukuran sedemikian rupa sehingga kartu tersebut dapat dimasukkan ke dalam saku;
  2. Sifatnya tahan air dan praktis;
  3. Ditulis dalam bahasa nasional dan bahasa resmi;
  4. Mencantumkan nama pemegang kartu, tanggal lahir (kalau tanggal lahir tidak jelas, mencantumkan usia pemegang kartu) dan jika ada mencantumkan pula nomor kartu identitas (KTP);
  5. Negara yang mengeluarkan kartu tersebut;
  6. Foto pemegang kartu yang ditandatangani dan/atau dibubuhi cap jempol;
  7. Tanggal pengesahan dan kadaluarsa kartu;
  8. Jika mungkin dicantumkan pula golongan darah pemegang kartu, di halaman belakang kartu tersebut.

  • Berdasarkan Protokol Tambahan II, 1977
Aturan mengenai lambang dalam Protokol Tambahan II, 1977 terdapat dalam Pasal 12, yang menegaskan kembali bahwa penggunaan lambang palang merah oleh para personil medis dan rohaniawan dan juga pada transportasi medis harus mengikuti petunjuk dari penguasa yang berwenang.

Menurut Komentar Protokol, ketika diadakan diskusi dalam Kelompok Kerja pembentuk Protokol, terdapat usulan untuk memperluas ruang lingkup penggunaan lambang karena banyak terjadi konflik-konflik yang bersifat non-internasional, sehingga penggunaan lambang tersebut juga diperlukan oleh cabang-cabang palang merah setempat, atau bahkan kelompok lainnya yang berwenang untuk membantu mereka yang luka dan sakit pada konflik seperti itu.

sumber :
Protokol Tambahan I dan II, pada pasal-pasal terkait.